BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua
campuran zat, bukannya antara dua zat murni. Satu tipe yang lazim dari campuran
adalah larutan. Dalam alam kebanyakan reaksi berlangsung dalam larutan air.
Cairan tubuh baik tumbuhan maupun hewan adalah larutan dalam air dan banyak
zat. Jelas reaksi di samudera, danau, dan sungai melibatkan larutan. Dalam
tanah reaksi utama berlangsung dalam lapisan-lapisan tipis larutan yang
diadsorpsi pada padatan, bahkan dalam daerah gurun sekalipun.
Analisa kimia adalah penyelidikan yang bertujuan untuk
mencari susunan persenyawaan atau campuran persenyawaan di dalam suatu sampel.
Analisa kimia terdiri dari analisa kualitatif, yaitu penyidikan kadar mengenai
kadar unsur atau ion yang terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran, suatu
senyawa dapat diuraikan menjadi anion dan kation. Analisa kualitatif merupakan
salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur
serta ion-ionnya dalam larutan.
Metode gravimetrik merupakan penentuan kadar suatu zat
dalam sampel dengan mereaksikannya dengan analit lain sehingga terbentuk
endapan. Dimana endapan tersebut diuji kemurniannya dan diketahui kadarnya
melalui perhitungan dimana gram endapannya yang didapatkan dibandingkan dengan
massa sampel yang dikalikan faktor gravimetri.
Timbal dan tembaga dapat berada di dalam badan perairan
secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Konsumsi Pb dan Cu dalam
jumlah besar dapat menyebabkan tembaga dan timbal bersifat toksik dan
menimbulkan gejala-gejala yang akut.
Oleh karena itu percobaan
ini dilakukan untuk menentukan kadar Pb dan Cu dalam suatu cuplikan, mengetahui
jenis titrasi yang digunakan untuk menentukan kadar Pb dan Cu dalam cuplikan,
dan untuk mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam analisa kuantitatif Pb
dan Cu.
1.2
Tujuan
Percobaan
-
Mengetahui kadar Pb dan Cu yang terdapat dalam cuplikan
pada percobaan ini
-
Mengetahui volume dan konsentrasi titrasi Na2S2O3
pada penentuan kadar Cu dalam cuplikan agar dapat diketahui konsentrasi Cu
dalam cuplikan
-
Mengetahui berat endapan Pb yang didapat dalam
percobaan ini
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
Analisis kimia kuantitatif berkaitan
dengan penetapan berupa banyak zat tertentu yang terkandung dalam sampel. Zat
yang ditetapkan tersebut yang seringkali dinyatakan sebagai konstituen atau
analit, menyusun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang
dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyusun lebih dari
sekitar 1% dari sampel,maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Zat
itu dianggap konstituen minor jika jumlahnya berkisar antara 0,01 hingga 1%
dari sampel. Terakhir, suatu zat yang hadir hingga kurang dari 0,01% dianggap
sebagai konstituen perunut. (Underwood, 2002)
Timbal dan tembaga dapat berada di
dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia.
Konsumsi Cu dan Pb dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan tembaga dan timbal
bersifat toksik dan menimbulkan gejala-gejala yang akut.(Deswati. Jurnal
Optimasi Pb & Cu)
Unsur logam berat secara alamiah
terdapat dalam air laut sangat rendah antara 10-5-10-2
ppm, sementara matrik sampel (kadar garam) cukup tinggi. Berbagai metode
analisis telah banyak dilakukan untuk penentuan logam Pb dan Cu seperti :
potensiometri dengan menggunakan elektroda selektif ion, polarografi dan
spektrofotometri serapan atom, tetapi metode tersebut tidak dapat mengukur
kadar ion-ion logam yang sangat kecil, walaupun sebelumnya telah dilakukan
prakonsentrasi (pemekatan) dengan cara ekstraksi pelarut. Oleh karena itu
diperlukan metoda alternatif yang dapat mengatasi masalah tersebut di atas
(Deswati. Jurnal Optimasi Pb & Cu)
Suatun metode analisis gravimetrik
biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti :
aA + rR à
AaRr
dimana
a molekul analit, A bereaksi dengan r molekul reagennya R, produknya yakni AaRr
biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bisa ditimbang
setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang
komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh, kalsium bisa
ditetapkan secara gravimetrik melalui pengendapan kalsium oksalat dan
pembakaran oksalat tersebut menjadi kalsium oksida (Underwood, 2002)
Mengukur volume larutan adalah jauh
lebih cepat dibandingkan dengan menimbang suatu berat suatu zat dengan suatu
metode gravimetrik. Akurasinya sama dengan metode gravimetri. Analisis
volumetri juga dikenal sebagai titrimetri dimana zat yang akan dianalisis
dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan
dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui
(analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara
cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu
jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui
dengan suatu indikator. (Khopkar, 2008)
Secara umum prosedur pembuatan
larutan termasuk larutan baku primer dari tahap-tahap yang hampir sama, namun
di muka telah disinggung bahwa untuk zat baku primer tertentu harus dilakukan
langkah tambahan seperti pengeringan atau pemurnian sebelum ditimbang.
(Mulyono, 2005)
Iodometri, titrasi tak langsung ; semua oksidator yang
akan ditetapkan konsentrasi atau kadarnya direaksikan dengan ion iodida (I-)
berlebih sehingga I2 dibebaskan. Baru kemudian I2 bebas
ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na2S2O3
dengan indikator amilum.
Iodimetri, titrasi langsung ;
larutan I2 digunakan mengoksidasi reduktor secara kuantitatif pada
titik ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I2
merupakan oksidator lemah dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi
samping dengan reduktor tadi. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan
penyimpangan hasil penetapan. (Mulyono,2005)
Dalam hal lain, larutan Na2S2O3
yang terlibat dalam analisis
iodium, padatannya berair kristal sebagai Na2S2O3.5H2O
(biasanya jumlah air kristalnya sukar diduga seperti tertulis ). Ketika
pembuatan larutan (saat pelarutan) terjadi reaksi (jika ada CO2
dalam larutan) :
Na2S2O3 + CO2(g) + H2O à
NaHCO3 + NaHSO3
+ S (s)
Larutan
yang diperoleh karenanya menjadi lemah, namun larutan ini akan jernih oleh
mengendapnya belerang ke dasar bejana (dapat didekantasi). Efek reaksi
penguraian Na2S2O3 dengna adanya CO2 akan meningkatkan
konsentrasi larutan (menyebabkan penyimpangan pemakaian larutan).
(Mulyono,2005)
Jika suatu zat larut sangat sedikit,
katakan kurang dari 0,1gr zat terlarut dalam 1000gr pelarut, maka zat itu
disebut tak larut (insoluble). Agaknya tak satupun zat bersifat mutlak tak
larut dalam suatu pelarut tertentu, tetapi banyak zat yang untuk maksud-maksud
praktis dianggap tak larut misalnya, kaca dalam air (Keenan, 1980)
Standarisasi larutan-larutan
tiosulfat. Sejumlah substansui dapat dipergunakan sebagai standar-standar
primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah stamdar yang paling
jelas namun jarang dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan
penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari
suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dan iodida, sebuah
proses iodometrik (Underwood, 2002)
Analisis kualitatif berkaitan dengan
identifikasi zat-zat kimia; mengenali unsur atau senyawa apa yang ada di dalam
suatu sampel. Umumnya dalam kuliah kimia, para mahasiswa pertama kali
dihadapkan dengan analisis identifikasi melalui pengendapan dengan hidrogen
sulfida. Produk-produk organik yang disintesis dalam laboratorium bisa
diidentifikasi dengan menggunakan teknik-teknik instrumentasi seperti
spektroskopi inframerah dan resonansi magnetik nuklir (Underwood, 2002)
BAB 3
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1 Alat
dan Bahan
3.1.1 Alat
-
Labu Erlemenyer
-
Tiang statif
-
Klem
-
Beaker glass
-
Gelas ukur
-
Corong kaca
-
Pipet tetes
-
Pompa vakum
-
Corong Buncher
-
Erlenmeyer Buchner
-
Selang
-
Botol semprot
-
Oven
-
Hot plate
-
Neraca analitik
-
Batang pengaduk
-
Desikator
3.1.2 Bahan
-
Larutan cuplikan
-
Larutan H2SO4 4 N
-
Larutan KIO3 20%
-
Larutan KIO3 0,1 N
-
Amilum
1 %
-
Etanol
70 %
-
Kertas
saring Whatman 12
-
Larutan
Na2S2O3
-
Plastik
hitam
-
Karet
gelang
-
Aquadest
-
Tissue
3.2 Prosedur
Percobaan
3.2.1 Pembakuan larutan Na2S2O3
dengan larutan baku KIO3
-
Dipipet
25 mL KIO3 0,1 N ke dalam Erlenmeyer
-
Ditambahkan
2mL H2SO4 4 N
-
Ditambahkan
5 mL KI 20%, ditutup plastik hitam
-
Dititrasi
dengan Na2S2O3 hingga kuning gading
-
Ditambahkan
1 pipet indikator amilum 1 %
-
Dititrasi
dengan Na2S2O3 hingga bening
3.2.2 Penentuan Pb dalam cuplikan
-
Diambil
50mL cuplikan ke dalam beaker glass
-
Dipanaskan
hingga mendidih
-
Ditambahkan
20mL H2SO4 4 N secara perlahan diikuti dengan pengadukan
-
Didinginkan
-
Ditambahkan
5mL alkohol 70%
-
Didiamkan
selama 30 menit
-
Dikeringkan
kertas Whatman 12 didalam oven pada suhu 105oC (jangan sampai
gosong) lalu ditimbang
-
Disaring
dengan alat pompa vakum dan corong Buchner akan terpisah antara endapan dan
filtrat
-
Dicuci
endapan dengan 25mL alkohol 70 % (2 kali perulangan) dan beberapa tetes H2SO4
4 N
-
Dikeringkan
endapan di dalam oven pada suhu 105oC
-
Ditimbang
kembali kertas Whatman
-
Dihitung
kadar Pb
3.2.3 Penentuan Cu dalam cuplikan
-
Diambil
semua filrat dan encerkan hingga batas tanda tera labu ukur 100mL
-
Diambil
50mL larutan encer tadi ke dalam Erlenmeyer
-
Ditambahkan
10mL larutan KI 20%
-
Ditambahkan
10mL larutan H2SO4 4 N
-
Dititrasi
dengan larutna Na2S2O3
hingga warna kuning gading
-
Ditambahkan
1 pipet amilum 1%
-
Dititrasi
hingga bening
-
Dihitung
volume titrasi yang terpakai
BAB 4
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
2.
3.
|
Pembakuan
larutan Na2S2O3 dengan larutan baku KIO3
- Dipipet 25 mL KIO3 0,1 N
ke dalam Erlenmeyer
- Ditambahkan 2mL H2SO4
4 N
- Ditambahkan 5 mL KI 20%, ditutup
palstik hitam
- Dititrasi dengan Na2S2O3
- Ditambahkan 1 pipet indikator
amilum 1 %
- Dititrasi dengan Na2S2O3
hingga bening
Penentuan
Pb dalam cuplikan
- Diambil 50mL cuplikan ke dalam
beaker glass
- Dipanaskan hingga mendidih
- Ditambahkan 20mL H2SO4
4 N
- Didinginkan
- Dikeringkan kertas Whatman 12
didalam oven pada suhu 105oC lalu ditimbang
- Disaring dengan alat pompa vakum
dan corong Buchner
- Dicuci endapan dengan 25mL alkohol
70 % dan beberapa tetes H2SO4 4 N
- Dikeringkan endapan
- Ditimbang kembali kertas Whatman
- Dihitung kadar Pb
Penentuan Cu dalam
cuplikan
- Diambil semua filrat dan encerkan
hingga batas tanda tera labu ukur 100mL
- Diambil 50mL larutan encer
- Ditambahkan 10mL larutan KI 20%
- Ditambahkan 10mL larutan H2SO4
4 N
- Dititrasi dengan larutna Na2S2O3 hingga warna kuning
gading
- Ditambahkan 1 pipet amilum 1%
- Dititrasi hingga bening
- Dihitung volume titrasi yang
terpakai
|
-
Larutan bening
-
H2SO4 bening
-
Larutan menjadi coklat kemerahan
-
Larutan abu-abu kebiruan
-
Volume = 52,1 mL
-
Cuplikan berwarna biru muda
-
Larutan menjadi putih pekat kebiruan
-
Endapan putih susu larutan biru muda
-
Endapan putih, dan filtrat berwarna biru muda
-
M endapan Pb = 0,99 gr
% Pb = 1,352 %
-
Filtrat berwarna biru muda
-
Menjadi kuning kecoklatan
-
Larutan kuning gading
-
Larutan berwarna abu-abu kebiruan
-
Larutan putih susu
-
V = 34mL
|
4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi
Iodometri pembakuan Na2S2O3
Oksidasi : I- à ½ I2
I- à ½ I2 + e-
Reduksi : IO3-
à ½I2
IO3-
à ½I2 + 3H2O
IO3-
+
6H+ à ½I2 + 3H2O
IO3- + 6H+ + 5e‑ à ½I2 + 3H2O
Redoks : I- à ½ I2 + e- x 5
IO3-
+
6H+ + 5e‑ à ½I2 + 3H2O x 1
5I- à 5/2 I2 + 5e-
IO3-
+
6H+ + 5e‑ à ½I2 + 3H2O
½ Reaksi Erlenmeyer :
IO3- +
5I- + 6H+ à 3I2 +
3H2O
Jumlah I2 yang dihasilkan bereaksi dengan Na2S2O3
Reduksi : 3I2 à 6 I-
3I2
+ 6e‑ à 6 I-
Oksidasi : 2S2O32-
à
S4O62-
2S2O32- à S4O62-
+ 2e-
Redoks : 3I2 + 6e‑ à
6 I- x
1
2S2O32-
à
S4O62- + 2e- x 3
3I2 + 6e‑ à
6 I-
6S2O32- à 3S4O62-
+ 6e-
½ Reaksi di Erlenmeyer :
3I2 + 6S2O32- à 6 I- +
3S4O62-
Sehingga 1 mol S2O32-
» 1/6 mol IO3-
4.2.2
Reaksi pembentukan Pb
|
Cuplikan + H2SO4 à xSO4
+ 2H+
Ketika direaksikan antara cuplikan
dengan H2SO4 kemungkinan cuplikan tersebut mengandung Pb
karena ketika direaksikan dengan pereaksi selektifnya (H2SO4)
terbentuk endapan putih.
|
Pb2+ + H2SO4 à PbSO4 + 2H+
4.2.3 Titrasi iodometri pada penentuan kadar Cu
Reduksi : Cu2+ à Cu+
Cu2+
+ e- à Cu+
Oksidasi : 2I-
à I2
2I-
à I2 + 2e-
Redoks : Cu2+ + e- à Cu+
x 2
2I-
à I2 + 2e- x 1
2Cu2+ + 2e- à 2Cu+
2I-
à I2 + 2e-
2Cu2+ + 2I- à 2Cu+ + I2
(Reaksi di
dalam Erlenmeyer)
Jumlah I2
bebas pada Erlemenyer direaksikan kembali dengan Na2S2O3
Reduksi : I2 à 2I-
I2 + 2e- à 2I-
|
Oksidasi : 2S2O32- à
S4O62-
2S2O32- à
S4O62- + 2e-
Redoks : I2 + 2e- à 2I-
2S2O32-
à
S4O62- + 2e-
I2 + 2S2O32- à
2I- + S4O62- (reaksi di dalam Erlenmeyer)
4.2.4 Amilum + I2
4.3
Perhitungan
4.3.1. Konsentrasi
Pb
% Pb =
=
=
0,683 x 0,99 x 0,02 x 100%
=
1,352 5
4.3.2 Konsentrasi
Cu
N Cu =
=
=
0,068 N
4.3.3. Pembakuan
larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3
V1
. M 1 = V2 . M2
52,1
. M 1 = 25 . 0,1 N
M 1 =
=
=
0,04 N
4.4 Pembahasan
Iodimetri, titrasi langsung;
larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif
pada titik ekivalennya. Namun, cara ini jarang diterapkan karena I2
merupakan oksidator lemah dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi
samping dengan reduktor tadi.
Iodometri,
titrasi tidak langsung; semua oksidator yang akan ditetapkan konsentrasi atau
kadarnya direaksikan dengan ion iodida (I-) berlebih sehingga I2
dibebaskan. Kemudian I2 bebas ini dititrasi dengan larutan baku
sekunder Na2S2O3 dengan indikator amilum.
Pada
percobaan ini dilakukan analisa kunatitatif campuran Pb dan Cu. Percobaan ini
didasarkan atas metode gravimetri dan volumetri. Dimana untuk menentukan kadar
Pb digunakan metode gravimetri (pengendapan). Dan untuk menentukan kadar Cu
digunakan metode volumetri yaitu dengan titrasi iodometri. Untuk menentukan
kadar Pb digunakan metode gravimetri (pengendapan) dimana dalam cuplikan yang
mengandung Pb akan diendapkan sebagai PbSO4. Pada gravimetri
dihitung berat akhir dari endapan PbSO4 yang dikurang berat kertas
saring awal yang digunakan. Dan untuk menentukan kadar Cu digunakan metode
volumetri yaitu titrasi iodometri dimana dalam cuplikan yang mengandung Cu akan
dititrasi dengan Na2S2O3 dengan bantuan KI
sebagai pemberi I2 bebas dan indikator amilum. Pada volumetri
dihitung kadar Cu dalam cuplikan dari seberapa banyak Na2S2O3
yang terpakai.
Pertama
disiapkan larutan KIO3 0,1 N sebagai larutan standar primer lalu
pada larutan diberi H2SO4 4N. Larutan asam sulfat ini
berfungsi sebagai autokatalisator, pemberi suasana asam dan juga agar reaksi
redoks pada KIO3 dan Na2S2O3 dapat
berlangsung. Tanpa asam sulfat reaksi redoks tidak akan terjadi. Kemudian
ditambahkan larutan KI 20%, larutan ini berfungsi sebagai pemberi I2
pada larutan. Karena pemberian larutan KI berlebih akan membebaskan ion I2
sehingga dapat bereaksi dengan indikator amilum, membuat warna larutan menjadi
biru. Dalam percobaan, ketika ditambahkan indikator amilum larutan memberi
warna abu-abu kebiruan, hal ini disebabkan oleh rusaknya indikator amilum
sehingga warna larutan tidak terlalu biru. Larutan amilum ini mudah rusak
dikarenakan mudah didekomposisi oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi,
seperti asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet. Pemberian indikator
amilum ini dilakukan setelah larutan KIO3 diberi larutan KI,
kemudian setelah larutan berubah warna menjadi kuning gading (hampir mencapai
TAT) baru ditambahkan indikator amilum dan kemudian dititrasi kembali sampai
larutan berubah warna menjadi bening. Dilakukan penambahan amilum sebelum
mencapai TAT dikarenakan, apabila diberikan di awal maka I2 bebas
akan bereaksi terhadap indikator amilum dan menyebabkan pada saat titrasi, Na2S2O3
tidak bereaksi dengan I2 karena indikator amilum telah mengikat I2
dengan kuat dari KI sehingga kadar Na2S2O3
sulit untuk ditentukan. Setelah penambahan indikator tadi, kemudian dititrasi
kembaliu dengan Na2S2O3 sampai TAT, yang
ditandai larutan berubah warna menjadi bening. Dan didapatkan volume titrasi
adalah 52.1 mL dan konsentrasi N2S2O3 yang
didapatkan adalah 0.04 N.
Pada
saat pembakuan larutan Na2S2O3, larutan
standar primer yang digunakan yaitu KIO3 direaksikan dengan KI dan H2SO4
dimana warna larutan akan menjadi coklat yang menandakan ion I2
bebas yang terkandung dalam larutan masih banyak. Pada saat dititrasi dengan Na2S2O3
larutan berubah menjadi kuning gading yang menandakan I2 telah
bereaksi dengan Na2S2O3 namun tidak semua I2
bereaksi / belum sempurna. Kemudian pada saat penambahan indikator amilum
larutan menjadi berwarna abu – abu kebiruan yang menandakan amilum berikatan
dengan I2 bebas. Dan dititrasi kembali dengan Na2S2O3
sehingga larutan sampai larutan bening yang menandakan I2 dalam
larutan telah habis bereaksi dengan Na2S2O3.
Pada
tahap selanjutnya dilakukan penentuan kadar Pb dalam cuplikan. Dimana penentuan
kadar Pb ini dilakukan secara gravimetri yaitu dengan menghitung berat endapan
ion Pb. Untuk mendapatkan ion Pb, larutan cuplikan yang mengandung campuran Pb
dan Cu dipanaskan. Hal ini dilakukan untuk memekatkan larutan, sehingga konsentrasi
larutan menjadi besar dan juga untuk menghilangkan sedikit hidrat yang
terkandung dalam cuplikan. Setelah dipanaskan, larutan kemudian diberi larutan
H2SO4 4N. Larutan ini berfungsi untuk mengikat ion Pb
yang terkandung dalam cuplikan sehingga dapat membentuk endapan PbSO4
(endapan putih). Namun, H2SO4 juga akan bereaksi dengan
ion Cu sehingga membentuk larutan CuSO4 yang larut dalam air.
Perbedaan Ksp dari kedua ion ini membuat keduanya dapat terpisah menjadi
larutan ( CuSO4) dan endapan ( PbSO4). Hal ini disebabkan
oleh nilai Ksp CuSO4 lebih besar daripada nilai Ksp Pb yaitu, Ksp Pb
= 2 x 10-8 dan Ksp dari Cu = 1 x 10-12. Larutan CuSO4
berwarna biru muda dan enadpan PbSO4 berwarna putih.
Setelah
dilakukan proses pengendapan, kertas saring whatman 12 yang telah dipanaskan kemudian
disiapkan. Dipanaskan kertas saring ini untuk menghilangkan kandungan air yang
terdapat pada kertas saring, sehingga untuk mengukur berat PbSO4
dapat diketahui dengan pasti. Dipanaskan pada suhu 105°C, agar air
yang terkandung dalam kertas saring dapat menguap. Dan pada suhu ini juga tidak
membuat kertas saring terlalu hangus. Suhu ini merupakan suhu optimum untuk
menguapkan air karena air memiliki titik didih sebesar 100°. Sehingga air menguap pada
suhu tersebut. Kemudian campuran larutan tadi, yang telah diendapkan kemudian
disaring dengan kertas saring whatman 12 dengan bantuan pompa vakum dan corong
Buchner. Digunakan kertas saring whatman 12 agar endapan Pb tidak ikut
tersaring, dengan cara melewati celah – celah pada kertas saring. Kemudian
campuran larutan tadi disaring, PbSO4 akan tertahan pada kertas
saring dan larutan CuSO4 akan tersaring dan tertampung pada
Erlenmeyer Buchner. Kemudian setelah disaring, endapan kemudian ditimbang
endapan dan dilakukan perhitungan kadar Pb. Didapatkan kadar Pb dalam cuplikan
adalah 1.352 %.
Pada tahap
selanjutnya dilakukan penentuan kadar Cu dalam cuplikan, dimana larutan /
filtrat yang telah disaring tadi, yang merupakan larutan yang mengandung CuSO4,
ditentukan kadarnya dengan cara titrasi iodometri. Pertama – tama cuplikan
tersebut diencerkan dalam labu takar 100 mL kemudian diambil sebanyak 50 mL
cuplikan. Pengenceran ini dilakukan untuk memperkecil konsentrasi larutan agar
pada saat titrasi, titran yang digunakan tidak terlalu banyak dan dapat
ditentukan dengan cepat dan mudah kadar dari Cu tersebut. Setelah dilakukan
pengenceran, kemudian cuplikan diberi larutan KI 20% yang berfungsi sebagai
pemberi I2 bebas pada larutan agar dapat bereaksi dengan Na2S2O3
dan indikator amilum. Pada saat penambahan
KI, larutan berubah menjadi warna kuning kecoklatan. Kemudian larutan
tersebut ditambahkan H2SO4 4N yang
berfungsi sebagai autokatalisator dan pemberi suasana asam. Kemudian dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 yang akan membuat
larutan berubah warna menjadi kuning gading.
Berubahnya
warna larutan menandakan jumlah I2 yang terdapat dalam cuplikan
telah berkurang. Hal ini disebabkan Na2S2O3
telah mengikat I2 bebas yang terdapat dalam larutan, namun masih ada
I2 yang tersisa sehingga warna larutan menjadi kuning gading.
Kemudian penambahan indikator amilum membuat larutan berubah menjadi warna abu
– abu kebiruan yang disebabkan oleh diikatnya I2 bebas oleh amilum.
Kemudian dititrasi kembali sampai larutan berubah warna menjadi bening. Dan
didapatkan volume titrasi adalah 34 mL dan didapatkan kadar Cu dalam larutan
sebesar 0.068 N.
Adapun
faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah :
-
Kesalahan dalam melakukan proses titrasi sehingga
titran yang diberikan berlebih.
-
Kesalahan membaca skala pada buret.
-
Kesalahan pengocokan sehingga larutan tidak bercampur.
Dalam
percobaan ini menggunakan indikator amilum yang bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya I2 dalam larutan. Apabila tidak digunakan
amilum, masih dapat ditentukan kadar Cu dalam larutan karena indikator amilum
hanya mempertegas bahwa terdapat I2 dalam larutan.
Bila suatu
endapan memisah dari larutan, keadaannya tak selalu sempurna murni; ia dapat
mengandung bermacam – macam jumlah zat – zat pencemar, tergantung dari sifat
endapan dan kondisi pengendapan. Pencemaran endapan oleh zat – zat, yang secara normal larut dalam larutan induk,
dinamakan pengendapan – ikut atau koopresipitasi. Jadi, penambahan alkohol dan
H2SO4 pada penentuan kadar Pb secara gravimetri adalah agar
endapan Pb yang masih tersisa di dalam larutan dapat terpresipitasi kembali
membentuk endapan PbSO4 dan didapatkan hasil murni dari endapan
tersebut.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Berdasarkan hasil percobaan dan
perhitungan didapatkan kadar Pb dalam cuplikan adalah sebesar 1, 352 % dan
kadar Cu dalam cuplikan adalah sebesar 0,068 N.
- Berdasarkan
percobaan didapatkan volume titrasi Na2S2O3
pada penentuan kadar Cu dalam cuplikan adalah 52,1 mL sehingga dapat
ditentukan konsentrasi dari Na2S2O3 adalah
0,04 N.
- Berdasarkan
hasil percobaan berat endapan PbSO4 adalah 0,99 gr.
5.2 Saran
Sebaiknya pada
percobaan selanjutnya menggunakan air pembuangan dari bengkel agar dapat
ditentukan kadar Pb dan Cu di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G.Dr.Ir dan Ir. Sri Simestri Santika.1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
A.l. Underwood dan R.A Day, Jr.2002.Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Deswati, dkk. Jurnal
Optimasi Penentuan Pb dan Cu Secara Serempak Dengan Voltametri Stripping Adsorptif (AdSV).
Universitas Andalas.
Mulyono, HAM.2005. Cara Membuat Reagen di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara.
Keenan,dkk.1980. Kimia
Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga