Senin, 04 Januari 2016

2016
Awal baru lembaran baru

Ini gw ngomongnya pake elu elu gw gw aja kali ya.. kalo ngomong pake aku kamu.. ntar yang baca baper *kriiik

BTW.. I never tell u guys about my story , isn't I?
kali ini gw mw curhat sedikit tetang .. kisah hidup gw

perkenalkan nama gw Arief Budi Annur
boleh di panggil Arief, atau Mas Bud, jangan Mas Nur karna g cocok sama muka gw yang item nggak bercahaya..

Gw anak pertama dari 4 bersaudara (harusnya 5)
adek2 gw cewek semua, adek yang pertama dah kuliah, yang kedua baru selesai SMA dan yang ketiga dalam proses menuju SMP..

kehidupan gw bisa di bilang normal lah, seperti remaja2 lainnya di usia normalnya..
biasanya nih, yang paling asik di ceritain .. kalo nggak tentang cinta ya tentang hal-hal konyol yang pernah lo lakuin semasa lo hidup.

oke.. kali ini gw mau menceritakan .. beberapa kisah konyol yang pernah gw alami selama hidup.

Di mulai dari kebiasaan seorang anak laki2 yang selalu ngikut kemanapun bapak pergi (yeah, that's a boy)
waktu itu , bokap gw pergi ke sebuah gor buat main bulu tangkis.. dan gw ikut.
Jaman dulu kendaraan masih jadul, dlu bokap gw punya vespa .
jadi kami pergi ke gor naik vespa.. setelah kami naik vespa akhirnya kami sampe dan bokap gw main bulu tangkis , selesai.


eh, belum selesai.. ada bagian yang terlewat.. setelah nyampe gor seperti biasa.. motor selalu di parkir dengan rapi, namanya vespa g bisa d standar satu.. jadi harus di standar dua..
pas bokap gw lagi mw ngasih parkir tuh motor .. gw kan ad di atas motor tuh.. bokap gw pesan

bokap : rip, jangan gerak" maju ke depan .. nanti jatoh
gw  : iya pak

namanya mucil trus penasaran.. ya maju2 ke depan lah kita..
dan.. wassalam... jeder.. pala jatoh dluan kena aspal yang ada pecahan kacanya...
bocor deh pala...
akhirnya.. bokap ngomel.. nggak jadi main bulu tangkis, trus bawa gw ke rumah sakit..
dan aneh nya gw lagi.. gw nggak nangis dan nggak ngerasa sakit sama sekali.. padahal pala bocor.. yang gw rasakan pada saat itu adalah.. anginnya semiriwing dingin menghembus di kepala gw.. dan gw pesen sama bokap gw

gw : pak, jangan laju2 dingin
bokap : iya, tapi kepalamu bocor harus cepet2 ke rumah sakit

sampe di rumah sakit. gw g takut sama sekali, kepala juga masih belum ngerasa sakit..
pas sudah di baringkan di atas tempat tidur.. gw kira bakal di kasih suntikan buat penghilang rasa sakit.. sekalinya nggak broo.. itu pala gw di jahit gitu aja ma dokternya kagak pake bius.. masya Allah sakitnya luar biasa.. nangis gw sejadi2nya... tp habis itu gw pulang, sampe rumah orang rumah ekspresinya biasa semua.. kyk cuma habis jatoh kaki lecet.. padahal ini kepala bocor, tp ekspresinya biasa aj .. kan kampret

oke that's was my first story.. wait for the second story yaa

Rabu, 30 September 2015

Analisa Kuantitatif Pb dan Cu

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat murni. Satu tipe yang lazim dari campuran adalah larutan. Dalam alam kebanyakan reaksi berlangsung dalam larutan air. Cairan tubuh baik tumbuhan maupun hewan adalah larutan dalam air dan banyak zat. Jelas reaksi di samudera, danau, dan sungai melibatkan larutan. Dalam tanah reaksi utama berlangsung dalam lapisan-lapisan tipis larutan yang diadsorpsi pada padatan, bahkan dalam daerah gurun sekalipun.
            Analisa kimia adalah penyelidikan yang bertujuan untuk mencari susunan persenyawaan atau campuran persenyawaan di dalam suatu sampel. Analisa kimia terdiri dari analisa kualitatif, yaitu penyidikan kadar mengenai kadar unsur atau ion yang terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran, suatu senyawa dapat diuraikan menjadi anion dan kation. Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan.
            Metode gravimetrik merupakan penentuan kadar suatu zat dalam sampel dengan mereaksikannya dengan analit lain sehingga terbentuk endapan. Dimana endapan tersebut diuji kemurniannya dan diketahui kadarnya melalui perhitungan dimana gram endapannya yang didapatkan dibandingkan dengan massa sampel yang dikalikan faktor gravimetri.
            Timbal dan tembaga dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Konsumsi Pb dan Cu dalam jumlah besar dapat menyebabkan tembaga dan timbal bersifat toksik dan menimbulkan gejala-gejala yang akut.
Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar Pb dan Cu dalam suatu cuplikan, mengetahui jenis titrasi yang digunakan untuk menentukan kadar Pb dan Cu dalam cuplikan, dan untuk mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi dalam analisa kuantitatif Pb dan Cu.

1.2              Tujuan Percobaan
-                 Mengetahui kadar Pb dan Cu yang terdapat dalam cuplikan pada percobaan ini
-                 Mengetahui volume dan konsentrasi titrasi Na2S2O3 pada penentuan kadar Cu dalam cuplikan agar dapat diketahui konsentrasi Cu dalam cuplikan
-                 Mengetahui berat endapan Pb yang didapat dalam percobaan ini





BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
            Analisis kimia kuantitatif berkaitan dengan penetapan berupa banyak zat tertentu yang terkandung dalam sampel. Zat yang ditetapkan tersebut yang seringkali dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyusun lebih dari sekitar 1% dari sampel,maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Zat itu dianggap konstituen minor jika jumlahnya berkisar antara 0,01 hingga 1% dari sampel. Terakhir, suatu zat yang hadir hingga kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen perunut. (Underwood, 2002)
            Timbal dan tembaga dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Konsumsi Cu dan Pb dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan tembaga dan timbal bersifat toksik dan menimbulkan gejala-gejala yang akut.(Deswati. Jurnal Optimasi Pb & Cu)
            Unsur logam berat secara alamiah terdapat dalam air laut sangat rendah antara 10-5-10-2 ppm, sementara matrik sampel (kadar garam) cukup tinggi. Berbagai metode analisis telah banyak dilakukan untuk penentuan logam Pb dan Cu seperti : potensiometri dengan menggunakan elektroda selektif ion, polarografi dan spektrofotometri serapan atom, tetapi metode tersebut tidak dapat mengukur kadar ion-ion logam yang sangat kecil, walaupun sebelumnya telah dilakukan prakonsentrasi (pemekatan) dengan cara ekstraksi pelarut. Oleh karena itu diperlukan metoda alternatif yang dapat mengatasi masalah tersebut di atas (Deswati. Jurnal Optimasi Pb & Cu)
            Suatun metode analisis gravimetrik biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti :
aA + rR  à  AaRr
dimana a molekul analit, A bereaksi dengan r molekul reagennya R, produknya yakni AaRr biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bisa ditimbang setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh, kalsium bisa ditetapkan secara gravimetrik melalui pengendapan kalsium oksalat dan pembakaran oksalat tersebut menjadi kalsium oksida (Underwood, 2002)
            Mengukur volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan menimbang suatu berat suatu zat dengan suatu metode gravimetrik. Akurasinya sama dengan metode gravimetri. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu jika reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan suatu indikator. (Khopkar, 2008)
            Secara umum prosedur pembuatan larutan termasuk larutan baku primer dari tahap-tahap yang hampir sama, namun di muka telah disinggung bahwa untuk zat baku primer tertentu harus dilakukan langkah tambahan seperti pengeringan atau pemurnian sebelum ditimbang. (Mulyono, 2005)
            Iodometri,  titrasi tak langsung ; semua oksidator yang akan ditetapkan konsentrasi atau kadarnya direaksikan dengan ion iodida (I-) berlebih sehingga I2 dibebaskan. Baru kemudian I2 bebas ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na2S2O3 dengan indikator amilum.
            Iodimetri, titrasi langsung ; larutan I2 digunakan mengoksidasi reduktor secara kuantitatif pada titik ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena I2 merupakan oksidator lemah dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi samping dengan reduktor tadi. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan penyimpangan hasil penetapan. (Mulyono,2005)
            Dalam hal lain, larutan Na2S2O3  yang terlibat dalam analisis iodium, padatannya berair kristal sebagai Na2S2O3.5H2O (biasanya jumlah air kristalnya sukar diduga seperti tertulis ). Ketika pembuatan larutan (saat pelarutan) terjadi reaksi (jika ada CO2 dalam larutan) :
            Na2S2O3  + CO2(g) + H2O   à  NaHCO3  + NaHSO3 + S (s)
Larutan yang diperoleh karenanya menjadi lemah, namun larutan ini akan jernih oleh mengendapnya belerang ke dasar bejana (dapat didekantasi). Efek reaksi penguraian Na2S2O3  dengna adanya CO2 akan meningkatkan konsentrasi larutan (menyebabkan penyimpangan pemakaian larutan). (Mulyono,2005)
            Jika suatu zat larut sangat sedikit, katakan kurang dari 0,1gr zat terlarut dalam 1000gr pelarut, maka zat itu disebut tak larut (insoluble). Agaknya tak satupun zat bersifat mutlak tak larut dalam suatu pelarut tertentu, tetapi banyak zat yang untuk maksud-maksud praktis dianggap tak larut misalnya, kaca dalam air (Keenan, 1980)
            Standarisasi larutan-larutan tiosulfat. Sejumlah substansui dapat dipergunakan sebagai standar-standar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah stamdar yang paling jelas namun jarang dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dan iodida, sebuah proses iodometrik (Underwood, 2002)
            Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia; mengenali unsur atau senyawa apa yang ada di dalam suatu sampel. Umumnya dalam kuliah kimia, para mahasiswa pertama kali dihadapkan dengan analisis identifikasi melalui pengendapan dengan hidrogen sulfida. Produk-produk organik yang disintesis dalam laboratorium bisa diidentifikasi dengan menggunakan teknik-teknik instrumentasi seperti spektroskopi inframerah dan resonansi magnetik nuklir (Underwood, 2002)




BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1       Alat dan Bahan
3.1.1    Alat
-            Labu Erlemenyer
-            Tiang statif
-            Klem
-            Beaker glass
-            Gelas ukur
-            Corong kaca
-            Pipet tetes
-            Pompa vakum
-            Corong Buncher
-            Erlenmeyer Buchner
-            Selang
-            Botol semprot
-            Oven
-            Hot plate
-            Neraca analitik
-            Batang pengaduk
-            Desikator

3.1.2    Bahan
-            Larutan cuplikan
-            Larutan H2SO4  4 N
-            Larutan KIO3 20%
-            Larutan KIO3 0,1 N
-            Amilum 1 %
-            Etanol 70 %
-            Kertas saring Whatman 12
-            Larutan Na2S2O3
-            Plastik hitam
-            Karet gelang
-            Aquadest
-            Tissue

3.2       Prosedur Percobaan
3.2.1    Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan larutan baku KIO3
-            Dipipet 25 mL KIO3 0,1 N ke dalam Erlenmeyer
-            Ditambahkan 2mL H2SO4 4 N
-            Ditambahkan 5 mL KI 20%, ditutup plastik hitam
-            Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga kuning gading
-            Ditambahkan 1 pipet indikator amilum 1 %
-            Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga bening

3.2.2    Penentuan Pb dalam cuplikan
-            Diambil 50mL cuplikan ke dalam beaker glass
-            Dipanaskan hingga mendidih
-            Ditambahkan 20mL H2SO4 4 N secara perlahan diikuti dengan pengadukan
-            Didinginkan
-            Ditambahkan 5mL alkohol 70%
-            Didiamkan selama 30 menit
-            Dikeringkan kertas Whatman 12 didalam oven pada suhu 105oC (jangan sampai gosong) lalu ditimbang
-            Disaring dengan alat pompa vakum dan corong Buchner akan terpisah antara endapan dan filtrat
-            Dicuci endapan dengan 25mL alkohol 70 % (2 kali perulangan) dan beberapa tetes H2SO4 4 N
-            Dikeringkan endapan di dalam oven pada suhu 105oC
-            Ditimbang kembali kertas Whatman
-            Dihitung kadar Pb
3.2.3    Penentuan Cu dalam cuplikan
-            Diambil semua filrat dan encerkan hingga batas tanda tera labu ukur 100mL
-            Diambil 50mL larutan encer tadi ke dalam Erlenmeyer
-            Ditambahkan 10mL larutan KI 20%
-            Ditambahkan 10mL larutan H2SO4 4 N
-            Dititrasi dengan larutna Na2S2O3 hingga warna kuning gading
-            Ditambahkan 1 pipet amilum 1%
-            Dititrasi hingga bening
-            Dihitung volume titrasi yang terpakai



BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1       Tabel Pengamatan   
No
Perlakuan
Pengamatan
1.











2.



















3.
Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan larutan baku KIO3
-       Dipipet 25 mL KIO3 0,1 N ke dalam Erlenmeyer
-       Ditambahkan 2mL H2SO4 4 N
-       Ditambahkan 5 mL KI 20%, ditutup palstik hitam
-       Dititrasi dengan Na2S2O3
-       Ditambahkan 1 pipet indikator amilum 1 %
-       Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga bening
Penentuan Pb dalam cuplikan
-       Diambil 50mL cuplikan ke dalam beaker glass
-       Dipanaskan hingga mendidih
-       Ditambahkan 20mL H2SO4 4 N

-       Didinginkan

-       Dikeringkan kertas Whatman 12 didalam oven pada suhu 105oC lalu ditimbang
-       Disaring dengan alat pompa vakum dan corong Buchner
-       Dicuci endapan dengan 25mL alkohol 70 % dan beberapa tetes H2SO4 4 N
-       Dikeringkan endapan
-       Ditimbang kembali kertas Whatman
-       Dihitung kadar Pb
Penentuan Cu dalam cuplikan
-       Diambil semua filrat dan encerkan hingga batas tanda tera labu ukur 100mL
-       Diambil 50mL larutan encer
-       Ditambahkan 10mL larutan KI 20%
-       Ditambahkan 10mL larutan H2SO4 4 N
-       Dititrasi dengan larutna Na2S2O3 hingga warna kuning gading
-       Ditambahkan 1 pipet amilum 1%
-       Dititrasi hingga bening
-       Dihitung volume titrasi yang terpakai






-          Larutan bening

-          H2SO4 bening
-          Larutan menjadi coklat kemerahan

-          Larutan abu-abu kebiruan

-          Volume = 52,1 mL


-          Cuplikan berwarna biru muda

-          Larutan menjadi putih pekat kebiruan

-          Endapan putih susu larutan biru muda



-          Endapan putih, dan filtrat berwarna biru muda






-          M endapan Pb = 0,99 gr
% Pb  = 1,352 %
-          Filtrat berwarna biru muda



-          Menjadi kuning kecoklatan



-          Larutan kuning gading

-          Larutan berwarna abu-abu kebiruan
-          Larutan putih susu
-          V = 34mL


4.2       Reaksi
4.2.1    Reaksi Iodometri pembakuan Na2S2O3
Oksidasi          :           I-          à        ½ I2 
                                    I-          à        ½ I2  + e-
            Reduksi           :           IO3-      à        ½I2 
                                                IO3-      à        ½I2   + 3H2O
                        IO3-   +  6H+     à        ½I2  +  3H2O
                           IO3-   +  6H+ 5e‑   à        ½I2  +  3H2O
           
Redoks            :           I-                      à        ½ I2  + e-          x 5
                                    IO3-   +  6H+ 5e‑      à        ½I2  +  3H2O   x 1
                                                  5I-                  à  5/2 I2  + 5e-
                                                IO3-   +  6H+ 5e       à        ½I2  +  3H2O
½ Reaksi Erlenmeyer  :
IO3-   + 5I-  + 6Hà 3I2   +    3H2O
Jumlah I2  yang dihasilkan bereaksi dengan Na2S2O3
Reduksi   :       3I2                   à   6 I-
3I2   +    6e      à   6 I-
            Oksidasi  :       2S2O32-             à   S4O62-
                                                2S2O32-             à   S4O62- + 2e-

Redoks   :        3I2   +    6e      à   6 I-                                x 1
                                    2S2O32-             à   S4O62- + 2e-           x 3
                                    3I2   +    6e      à   6 I-               
6S2O32-             à   3S4O62- + 6e-
½ Reaksi di Erlenmeyer   :
3I2   +  6S2O32-  à   6 I-     +   3S4O62-
            Sehingga 1 mol S2O32- » 1/6  mol IO3-
4.2.2        Reaksi pembentukan Pb

putih
 
Cuplikan + H2SO4  à xSO4     +  2H+

Ketika direaksikan antara cuplikan dengan H2SO4  kemungkinan cuplikan tersebut mengandung Pb karena ketika direaksikan dengan pereaksi selektifnya (H2SO4) terbentuk endapan putih.

putih
 
Pb2+  + H2SO4  à PbSO4     +  2H+

4.2.3    Titrasi iodometri pada penentuan kadar Cu
Reduksi           :           Cu2+          à Cu+
                                            Cu2+ + e-  à Cu+
Oksidasi          :           2I-             à I2
                                    2I-             à I2  + 2e-
Redoks            :           Cu2+ + e-  à Cu+           x 2
                                    2I-             à I2  + 2e-    x 1
                                2Cu2+ + 2e-  à 2Cu+
                                    2I-             à I2  + 2e-
                                         2Cu2+ + 2I-  à 2Cu+I2
(Reaksi di dalam Erlenmeyer)
Jumlah I2 bebas pada Erlemenyer direaksikan kembali dengan Na2S2O3

Reduksi           :           I2                             à 2I-
                                    I2  + 2e-     à 2I-

Jumlah Na2S2O3 sama dengan jumlah Cu2+
 
Oksidasi          :           2S2O32-     à   S4O62-
                                                                2S2O32-     à   S4O62- + 2e-

Redoks            :  I2  + 2e-  à 2I-                                            
                                    2S2O32-              à   S4O62- + 2e-        
                                    I2  +  2S2O32-     à   2I-   +  S4O62- (reaksi di dalam Erlenmeyer)         
                                                 
4.2.4    Amilum + I2
4.3      Perhitungan
4.3.1.   Konsentrasi Pb
    % Pb    =
                        =
                        = 0,683 x 0,99 x 0,02 x 100%
                        = 1,352 5
4.3.2    Konsentrasi Cu
            N Cu   =
                        =
                        = 0,068 N

4.3.3.   Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3
            V1 . M 1     =    V2 . M2   
            52,1 . M 1  =     25 . 0,1 N
                               M 1  = 
                              =   
                              =   0,04 N

4.4       Pembahasan
Iodimetri, titrasi langsung; larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Namun, cara ini jarang diterapkan karena I2 merupakan oksidator lemah dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi samping dengan reduktor tadi.
Iodometri, titrasi tidak langsung; semua oksidator yang akan ditetapkan konsentrasi atau kadarnya direaksikan dengan ion iodida (I-) berlebih sehingga I2 dibebaskan. Kemudian I2 bebas ini dititrasi dengan larutan baku sekunder Na2S2O3 dengan indikator amilum.
            Pada percobaan ini dilakukan analisa kunatitatif campuran Pb dan Cu. Percobaan ini didasarkan atas metode gravimetri dan volumetri. Dimana untuk menentukan kadar Pb digunakan metode gravimetri (pengendapan). Dan untuk menentukan kadar Cu digunakan metode volumetri yaitu dengan titrasi iodometri. Untuk menentukan kadar Pb digunakan metode gravimetri (pengendapan) dimana dalam cuplikan yang mengandung Pb akan diendapkan sebagai PbSO4. Pada gravimetri dihitung berat akhir dari endapan PbSO4 yang dikurang berat kertas saring awal yang digunakan. Dan untuk menentukan kadar Cu digunakan metode volumetri yaitu titrasi iodometri dimana dalam cuplikan yang mengandung Cu akan dititrasi dengan Na2S2O3 dengan bantuan KI sebagai pemberi I2 bebas dan indikator amilum. Pada volumetri dihitung kadar Cu dalam cuplikan dari seberapa banyak Na2S2O3 yang terpakai.
            Pertama disiapkan larutan KIO­3 0,1 N sebagai larutan standar primer lalu pada larutan diberi H2SO4 4N. Larutan asam sulfat ini berfungsi sebagai autokatalisator, pemberi suasana asam dan juga agar reaksi redoks pada KIO3 dan Na2S2O3 dapat berlangsung. Tanpa asam sulfat reaksi redoks tidak akan terjadi. Kemudian ditambahkan larutan KI 20%, larutan ini berfungsi sebagai pemberi I2 pada larutan. Karena pemberian larutan KI berlebih akan membebaskan ion I2 sehingga dapat bereaksi dengan indikator amilum, membuat warna larutan menjadi biru. Dalam percobaan, ketika ditambahkan indikator amilum larutan memberi warna abu-abu kebiruan, hal ini disebabkan oleh rusaknya indikator amilum sehingga warna larutan tidak terlalu biru. Larutan amilum ini mudah rusak dikarenakan mudah didekomposisi oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi, seperti asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet. Pemberian indikator amilum ini dilakukan setelah larutan KIO3 diberi larutan KI, kemudian setelah larutan berubah warna menjadi kuning gading (hampir mencapai TAT) baru ditambahkan indikator amilum dan kemudian dititrasi kembali sampai larutan berubah warna menjadi bening. Dilakukan penambahan amilum sebelum mencapai TAT dikarenakan, apabila diberikan di awal maka I2 bebas akan bereaksi terhadap indikator amilum dan menyebabkan pada saat titrasi, Na2S2O3 tidak bereaksi dengan I2 karena indikator amilum telah mengikat I2 dengan kuat dari KI sehingga kadar Na2S2O3 sulit untuk ditentukan. Setelah penambahan indikator tadi, kemudian dititrasi kembaliu dengan Na2S2O3 sampai TAT, yang ditandai larutan berubah warna menjadi bening. Dan didapatkan volume titrasi adalah 52.1 mL dan konsentrasi N2S2O3 yang didapatkan adalah 0.04 N.
            Pada saat pembakuan larutan Na2S2O3, larutan standar primer yang digunakan yaitu KIO3 direaksikan dengan KI dan H­2SO4 dimana warna larutan akan menjadi coklat yang menandakan ion I2 bebas yang terkandung dalam larutan masih banyak. Pada saat dititrasi dengan Na2S2O3 larutan berubah menjadi kuning gading yang menandakan I2 telah bereaksi dengan Na2S2O3 namun tidak semua I2 bereaksi / belum sempurna. Kemudian pada saat penambahan indikator amilum larutan menjadi berwarna abu – abu kebiruan yang menandakan amilum berikatan dengan I2 bebas. Dan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sehingga larutan sampai larutan bening yang menandakan I2 dalam larutan telah habis bereaksi dengan Na2S2O3.
            Pada tahap selanjutnya dilakukan penentuan kadar Pb dalam cuplikan. Dimana penentuan kadar Pb ini dilakukan secara gravimetri yaitu dengan menghitung berat endapan ion Pb. Untuk mendapatkan ion Pb, larutan cuplikan yang mengandung campuran Pb dan Cu dipanaskan. Hal ini dilakukan untuk memekatkan larutan, sehingga konsentrasi larutan menjadi besar dan juga untuk menghilangkan sedikit hidrat yang terkandung dalam cuplikan. Setelah dipanaskan, larutan kemudian diberi larutan H2SO4 4N. Larutan ini berfungsi untuk mengikat ion Pb yang terkandung dalam cuplikan sehingga dapat membentuk endapan PbSO4 (endapan putih). Namun, H2SO­4 juga akan bereaksi dengan ion Cu sehingga membentuk larutan CuSO4 yang larut dalam air. Perbedaan Ksp dari kedua ion ini membuat keduanya dapat terpisah menjadi larutan ( CuSO4) dan endapan ( PbSO4). Hal ini disebabkan oleh nilai Ksp CuSO4 lebih besar daripada nilai Ksp Pb yaitu, Ksp Pb = 2 x 10-8 dan Ksp dari Cu = 1 x 10-12. Larutan CuSO4 berwarna biru muda dan enadpan PbSO4 berwarna putih.
            Setelah dilakukan proses pengendapan, kertas saring whatman 12 yang telah dipanaskan kemudian disiapkan. Dipanaskan kertas saring ini untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada kertas saring, sehingga untuk mengukur berat PbSO4 dapat diketahui dengan pasti. Dipanaskan pada suhu 105°C, agar air yang terkandung dalam kertas saring dapat menguap. Dan pada suhu ini juga tidak membuat kertas saring terlalu hangus. Suhu ini merupakan suhu optimum untuk menguapkan air karena air memiliki titik didih sebesar 100°. Sehingga air menguap pada suhu tersebut. Kemudian campuran larutan tadi, yang telah diendapkan kemudian disaring dengan kertas saring whatman 12 dengan bantuan pompa vakum dan corong Buchner. Digunakan kertas saring whatman 12 agar endapan Pb tidak ikut tersaring, dengan cara melewati celah – celah pada kertas saring. Kemudian campuran larutan tadi disaring, PbSO4 akan tertahan pada kertas saring dan larutan CuSO4 akan tersaring dan tertampung pada Erlenmeyer Buchner. Kemudian setelah disaring, endapan kemudian ditimbang endapan dan dilakukan perhitungan kadar Pb. Didapatkan kadar Pb dalam cuplikan adalah 1.352 %.
            Pada tahap selanjutnya dilakukan penentuan kadar Cu dalam cuplikan, dimana larutan / filtrat yang telah disaring tadi, yang merupakan larutan yang mengandung CuSO4, ditentukan kadarnya dengan cara titrasi iodometri. Pertama – tama cuplikan tersebut diencerkan dalam labu takar 100 mL kemudian diambil sebanyak 50 mL cuplikan. Pengenceran ini dilakukan untuk memperkecil konsentrasi larutan agar pada saat titrasi, titran yang digunakan tidak terlalu banyak dan dapat ditentukan dengan cepat dan mudah kadar dari Cu tersebut. Setelah dilakukan pengenceran, kemudian cuplikan diberi larutan KI 20% yang berfungsi sebagai pemberi I­2 bebas pada larutan agar dapat bereaksi dengan Na2S2O3 dan indikator amilum. Pada saat penambahan  KI, larutan berubah menjadi warna kuning kecoklatan. Kemudian larutan tersebut ditambahkan HSO­4N yang berfungsi sebagai autokatalisator dan pemberi suasana asam. Kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang akan membuat larutan berubah warna menjadi kuning gading.
            Berubahnya warna larutan menandakan jumlah I2 yang terdapat dalam cuplikan telah berkurang. Hal ini disebabkan Na2S2O3 telah mengikat I2 bebas yang terdapat dalam larutan, namun masih ada I2 yang tersisa sehingga warna larutan menjadi kuning gading. Kemudian penambahan indikator amilum membuat larutan berubah menjadi warna abu – abu kebiruan yang disebabkan oleh diikatnya I2 bebas oleh amilum. Kemudian dititrasi kembali sampai larutan berubah warna menjadi bening. Dan didapatkan volume titrasi adalah 34 mL dan didapatkan kadar Cu dalam larutan sebesar 0.068 N.
            Adapun faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah :
-          Kesalahan dalam melakukan proses titrasi sehingga titran yang diberikan berlebih.
-          Kesalahan membaca skala pada buret.
-          Kesalahan pengocokan sehingga larutan tidak bercampur.
Dalam percobaan ini menggunakan indikator amilum yang bertujuan untuk mengidentifikasi adanya I2 dalam larutan. Apabila tidak digunakan amilum, masih dapat ditentukan kadar Cu dalam larutan karena indikator amilum hanya mempertegas bahwa terdapat I2 dalam larutan.
Bila suatu endapan memisah dari larutan, keadaannya tak selalu sempurna murni; ia dapat mengandung bermacam – macam jumlah zat – zat pencemar, tergantung dari sifat endapan dan kondisi pengendapan. Pencemaran endapan oleh zat – zat, yang  secara normal larut dalam larutan induk, dinamakan pengendapan – ikut atau koopresipitasi. Jadi, penambahan alkohol dan H2SO4 pada penentuan kadar Pb secara gravimetri adalah agar endapan Pb yang masih tersisa di dalam larutan dapat terpresipitasi kembali membentuk endapan PbSO4 dan didapatkan hasil murni dari endapan tersebut.
   



BAB 5
PENUTUP

5.1       Kesimpulan
-        Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan didapatkan kadar Pb dalam cuplikan adalah sebesar 1, 352 % dan kadar Cu dalam cuplikan adalah sebesar 0,068 N.
-        Berdasarkan percobaan didapatkan volume titrasi  Na2S2O3 pada penentuan kadar Cu dalam cuplikan adalah 52,1 mL sehingga dapat ditentukan konsentrasi dari Na2S2O3 adalah 0,04 N.
-        Berdasarkan hasil percobaan berat endapan PbSO4 adalah 0,99 gr.

5.2       Saran
          Sebaiknya pada percobaan selanjutnya menggunakan air pembuangan dari bengkel agar dapat ditentukan kadar Pb dan Cu di dalamnya.



DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G.Dr.Ir dan Ir. Sri Simestri Santika.1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha                Nasional.
A.l. Underwood dan R.A Day, Jr.2002.Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Deswati, dkk. Jurnal Optimasi Penentuan Pb dan Cu Secara Serempak Dengan Voltametri              Stripping Adsorptif (AdSV). Universitas Andalas.
 Mulyono, HAM.2005. Cara Membuat Reagen di Laboratorium. Jakarta : Bumi Aksara.

Keenan,dkk.1980. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga